Doula dalam Persalinan

Sejak jaman dahulu sebenarnya doula secara alami bisa hadir di setiap persalinan, ia bisa saja muncul lewat sosok suami yang mengelus lembut punggung sang istri, lewat sosok ibu yang menggenggam lembut tangan anaknya yang sedang melahirkan, lewat sosok bidan penuh welas asih yang sabar menenangkan sang ibu setiap melewati kontraksi, atau bisa jadi ia hadir lewat seorang anak sulung yang membisikkan lembut di telinga ibunya 'mama pasti bisa...adikku sebentar lagi lahir'. Segala bentuk dukungan moral spiritual secara berkesinambungan dalam persalinan sesungguhnya dapat dilakukan oleh siapa saja secara instingtif. Siapapun secara tidak disadari mungkin pernah mempraktekkan prinsip-prinsip doula di persalinan keluarga atau kerabatnya. Sayang, pengaruh modernisasi dan teknologi dalam kehidupan manusia telah melontarkan jauh proses persalinan dari kearifan alam, sosok spirit doula tidak lagi mudah untuk merasuki anggota keluarga atau pihak medis.
Di masa ini, persalinan sudah jarang dilihat sebagai proses alami yang terjadi dengan sendirinya, ia beralih menjadi sebuah proses yang cenderung sulit, beresiko dan banyak menimbulkan komplikasi. Saat ini semuanya seperti diburu-buru. Saat persalinan yang naturalnya adalah terjadi setahap demi setahap; kini kerap disalahartikan sebagai persalinan yang tidak maju maju atau bermasalah. Pihak keluarga seringkali menjadi stres dan panik, bisa saja satu detik terlihat tenang, namun detik kemudian kembali cemas dan terbaca dari wajahnya. Pihak medis yang menolong persalinan bila melihat keluarga yang mulai panik seringnya jadi tambah dua kali lebih panik lagi karena mereka mungkin telah menyaksikan banyak komplikasi, kejadian buruk, atau bahkan kematian, rasanya seperti ingin cepat-cepat melakukan sesuatu untuk menolong (baca: intervensi) agar ibu dan bayi selamat, yang penting bagaimana agar tidak terjadi kehilangan nyawa. Bayangkan bagaimana rasanya menjadi seorang wanita yang harus menjalani persalinan di tengah lingkaran seperti itu. Maka di situlah peran dan kehadiran seorang Doula bersertifikat sangat diperlukan.
Doula bukan profesi medis, dan Doula terikat kode etis yang sangat menghormati ibu, bayi, maupun tenaga medis yang membantu persalinan. Segala kinerja dan praktek doula di seluruh dunia dinaungi dan diawasi oleh asosiasi international seperti DONA (Doulas of North America) dan CAPPA (Childbirth and Postpartum Professionals Association). Batasan-batasan aspek kerja seorang doula sangat jelas termaktub dalam peraturan DONA International. Doula tidak diperkenankan melakukan hal-hal medis seperti mengukur tekanan darah, pemeriksaan dalam vagina, apalagi menangkap bayi. Meski demikian, menurut Cochrane Library, hadirnya seorang doula terbukti signifikan menurunkan angka operasi cesar, meningkatkan keberhasilan menyusui, tanpa sedikitpun menimbulkan dampak negatif bagi ibu dan bayi. Cochrane Library menggolongkan doula ke dalam kategori 2 yakni 'cenderung menguntungkan' (likely to be beneficial). Dengan batasan-batasan yang jelas, profesi doula dapat menjalankan tugasnya dengan rasional.
Lalu bila tidak melakukan hal-hal berbau medis, dimanakah letak peran doula dalam mendatangkan keuntungan bagi para ibu hamil? Setiap ibu hamil sebaiknya selalu menjalin hubungan dan komunikasi dengan dokter kandungan atau bidannya. Namun seringkali pertemuan yang kurang intens serta kesibukan dari masing-masing tenaga medis membuat bekal pengetahuan yang didapat ibu hamil setelah keluar dari ruangan kontrol kehamilan dirasa sangat kurang. Mereka hanya mengantongi informasi mengenai berapa berat janinnya, bagaimana posisinya, apa jenis kelaminnya, vitamin apa yang perlu diminum, lalu sesi kontrolpun selesai. Terkadang rasa saling memiliki yang kuat antara pasien dan dokter kandungannya tidak bisa tercapai dengan optimal. Ini bisa dimaklumi karena satu dokter atau bidan bisa memiliki dan dimiliki oleh ratusan pasien, sedang ibu hamil mungkin hanya sempat mendatangi 1-3 dokter yang bisa dia cari, temui, dan pilih sesuai kemantapan hati. Disinilah peran doula bisa membantu kliennya pada sesi antenatal untuk menyiapkan sang ibu secara mental-spiritual dan melengkapi bekal wawasan apa saja yang belum didapat dari tenaga medisnya. Sudah barang tentu wawasan yang dimaksud adalah persiapan untuk menjalani persalinan sealami dan selembut mungkin, seperti layaknya hewan-hewan mamalia tadi.
Bersama-sama, doula dan kliennya berdiskusi untuk membuat rencana persalinan yang diimpikan. Peran doula adalah memberikan pengetahuan yang berimbang, menanggapi pertanyaan, namun bukan untuk mengarahkan kliennya untuk mengambil satu cara atau metode tertentu. Bila ibu hamil membutuhkan pembersihan trauma atau ingin mendalami metode-metode penyembuhan tertentu, doula akan merujuk kepada terapis yang lebih kompeten di bidangnya (bisa seorang terapis penyembuhan, terapis hypnobirthing, ahli chiropraksi, instruktur yoga, instruktur lamaze, bahkan seorang psikolog atau psikiater bila memang masalah mental ibu hamil sangat berat). Dengan demikian ibu hamil menjadi lebih siap menyambut datangnya persalinan, sudah sehat jasmani dan rohani. Lewat hubungan di masa antenatal ini, akan terjalin persahabatan dan koneksi batin yang kuat hingga saat persalinan itu terjadi. Dengan beginilah biasanya para doula bisa mendapatkan tempat yang lebih spesial di hati para ibu, dibandingkan para dokter maupun bidan mereka.
Secara tidak langsung, kehadiran doula bisa membantu dokter dan bidan untuk mencapai sebuah proses persalinan yang sinergis dan harmonis dengan pasiennya. Pasien jauh lebih kooperatif. Banyak dokter dan bidan yang mengeluhkan banyaknya pasien mereka yang rewel, manja, tidak kooperatif, bisanya cuma teriak-teriak dan bahkan menendang-nendang. Pasien yang telah menghire doula dan sudah diedukasi tidak akan seperti demikian. Kasarnya, pekerjaan NaKes jadi enteng. Saat kontraksi hebat datang, doula dibekali kemampuan melakukan berbagai comfort techniques yang telah terbukti membuat ibu lebih nyaman, mengurangi sakit, dan mengoptimalkan turunnya bayi ke jalan lahir. Comfort techniques ini antara lain menggunakan teknik rebozo, moxabustion, akupresur, dsb. Karena itu doula juga harus menjalin persahabatan yang baik dengan para dokter maupun bidan, jangan sampai teknik-teknik yang digunakan oleh doula disalahartikan sebagai sesuatu yang klenik atau membahayakan.
Apabila dalam persalinan terjadi satu dan lain hal di luar rencana, dan ternyata harus dilakukan beberapa intervensi seperti suntikan epidural, episiotomy atau bahkan operasi cesar; tugas doula adalah tetap membantu menenangkan sang ibu, bersama-sama melewati segala prosesnya dengan tenang dan nyaman. Karena pada situasi itu biasanya dokter dan bidan di mata ibu adalah tokoh yang antagonis, bukan penolong. Pada momen seperti itu kami para doula akan menyampaikan bahwasanya intervensi dalam bentuk apapun termasuk operasi cesar juga adalah keajaiban dari penemuan umat manusia yang dapat menyelamatkan jiwa; dan terkadang, meskipun jarang, memang sangat diperlukan. Sekali lagi, kembali ke tujuan awal, bagaimana doula harus menaungi dan melindungi memori sang ibu tentang proses persalinannya, meski bagaimanapun itu akhir ceritanya. Bahwa hakikat hidup bukanlah kemelekatan pada hasil akhir, namun pada bagaimana pengalaman melalui prosesnya.
Jadi, doula itu katalisator persalinan. Belakangan, mulai hadir perkembangan jenis-jenis doula, tidak hanya dalam persalinan (birth doula, post partum doula), namun mulai dikenal juga doula kematian (death doula), doula kanker (cancer doula), dan sebagainya. Memang sepertinya segala momen di kehidupan manusia akan terasa lebih nyaman dan mudah bila dilalui bersama seorang doula: seorang pendamping yang cukup memberikan energi lewat kehadirannya.**
(Hanita Fatmawati adalah seorang doula dan Mama 2 anak, berdomisili di Bekasi)
#gentlebirth #hamil #melahirkan #doula #doulajakarta #doulaindonesia #temanlahiran #menyusui